MAKALAH
ENTEROBIUS VERMICULARIS
DISUSUN
OLEH :
Andy Hermawan
NPM : 1151140013
Fitri Marlisa Putri
NPM : 115140039
Nuzul Wahyudi
NPM : 115140068
Razif Fathoni
NPM : 115140118
Satra
NPM : 115140083
Tika Angreani
NPM : 115140094
PERGURUAN TINGGI MITRA LAMPUNG
STIKES KEPERAWATAN
2013
DAFTAR ISI
Halaman
Judul............................................................................................... 1
Daftar
Isi........................................................................................................ 2
BAB
I Pendahuluan ..................................................................................... 3
A.
Latar belakang ......................................................................................... 3
B. Identifikasi
Masalah ................................................................................. 4
C. Batasan
Masalah....................................................................................... 5
D. Rumusan
Masalah .................................................................................... 5
E. Tujuan
Penulisan....................................................................................... 5
F. Metode
Penulisan...................................................................................... 5
G. Manfaat..................................................................................................... 5
H. Sistematika
Penulisan............................................................................... 6
BAB II Dasar Teori....................................................................................... 7
A. Klasifikasi................................................................................................. 7
B. Hospes
dan Nama Penyakit...................................................................... 7
C. Distribusi
Geografik.................................................................................. 7
D. Habitat...................................................................................................... 7
E. Morfologi.................................................................................................. 8
F. Siklus
Hidup.............................................................................................. 8
G. Gejala
Klinis............................................................................................. 9
H. Diagnosis
Laboratorium ........................................................................... 9
I. Epidemiologi
dan Faktor Risiko................................................................ 10
J. Pengobatan
dan Prognosis......................................................................... 12
K.. Pencegahan
dan Pengendalian................................................................. 13
BAB III Bahaya Infeksi................................................................................ 15
A. Infeksi
Berat ............................................................................................ 15
B. Gejala
Klinis Infeksi ................................................................................ 16
C. Potensi kerugian........................................................................................ 17
BAB IV Penutup........................................................................................... 18
A. Kesimpulan............................................................................................... 18
B. Saran......................................................................................................... 18
Daftar Pustaka .............................................................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Cacingan merupakan masalah kesehatan
masyarakat di negara tropis, termasuk Indonesia. Penyakit ini juga paling
rentan dialami anak usia Sekolah Dasar (SD).1 Cacingan adalah
keadaan dimana seseorang terserang berbagai macam cacing yang dapat merusak
kesehatan. Akibat cacingan sangat beragam salah satunya kurang darah, dan
diare.2
Hasil survei Subdit Diare Kemenkes
RI tahun 2002 dan 2003 di 40 sekolah dasar di 10 provinsi menunjukkan
prevalensi kecacingan yang berkisar antara 2,2% - 96,3%. Dengan kata lain masih
ada area yang memiliki prevalensi kecacingan cukup tinggi.3 Akan
tetapi menurut Prof. Saleha Sungkar, DAP & E, MS dari Departemen
Parasitologi FKUI secara umum angka kecacingan terus menurun. Misalnya saja
sebelumnya 90% anak di Kepulauan Seribu menderita kecacingan, namun kini
jumlahnya turun sampai 51%.3
Penelitian yang dilakukan oleh
Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2010 di
SD Paseban Jakarta juga hanya menemukan 19 anak yang positif cacingan. Yang
terbaru adalah penelitian di sebuah pesantren di Tangerang awal tahun 2011,
dari 300 santri yang diperiksa hanya 9 yang positif cacingan.3 Kepala
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan & PPM Kementerian Kesehatan dr.
Hartati Samsudin, MQIH mengatakan berdasarkan hasil survei, saat ini anak
Indonesia yang menderita penyakit kecacingan angkanya rata-rata berada di
kisaran 30%.4
Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga
Aditama, SpP (K) mengatakan, cacing usus yang ditularkan melalui tanah masih
menjadi permasalahan kesehatan mendasar.5 Cacing usus yang biasa
ditemukan di wilayah tropis adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides),
cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus),
serta cacing cambuk (Trichuris trichiura). Cacing tambang ini yang
paling bahaya. Bahkan ketiga cacing ini yang ditulis oleh WHO untuk
ditanggulangi permasalahannya.6
Dikatakan lebih lanjut, satu ekor
cacing dapat menghisap darah, karbohidrat dan protein dari tubuh manusia.
Cacing gelang menghisap 0,14 gram karbohidrat & 0,035 gram protein, cacing
cambuk menghisap 0,005 mL darah, dan cacing tambang menghisap 0,2 mL darah.
Sekilas memang angka ini terlihat kecil, tetapi jika sudah dikalkulasikan
dengan jumlah penduduk, prevalensi, rata-rata jumlah cacing yang mencapai 6
ekor/orang, dan potensi kerugian akibat kehilangan karbohidrat, protein dan
darah akan menjadi sangat besar.12
Kerugian akibat cacing gelang bagi
seluruh penduduk Indonesia dalam kehilangan karbohidrat diperkirakan senilai Rp
15,4 milyar/tahun serta kehilangan protein senilai Rp 162,1 milyar/tahun.
Kerugian akibat cacing tambang dalam hal kehilangan darah senilai 3.878.490
liter/tahun, serta kerugian akibat cacing cambuk dalam hal kehilangan darah
senilai 1.728.640 liter/tahun, ujar Prof. Tjandra.12
Selain ketiga cacing tersebut,
cacing kremi (Enterobius vermicularis) adalah salah satu jenis
cacing usus yang juga masih tinggi infeksinya di Indonesia. Hasil penelitian di
Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya pada tahun 2009 dengan
jumlah sampel 46 orang didapatkan prevalensi infeksi cacing Enterobius
vermicularis sebesar 45,7%.9
Umumnya pemeriksaan dalam
survei-survei infeksi cacing usus di Indonesia adalah pemeriksaan tinja
sehingga infeksi Enterobius vermicularis jarang dilaporkan8.
Maka dari itulah penulis tertarik untuk menyusun makalah/paper dengan judul
“Bahaya Infeksi Enterobius vermicularis“ yang akan menguraikan
cara diagnosis dan bahaya Enterobiasis.
B.
Identifikasi
Masalah
1. Mengapa infeksi Enterobius vermicularis
jarang dilaporkan?
2. Bagaimana gejala klinis dari
enterobiasis?
3. Bagaimana cara diagnosis
enterobiasis ?
4. Apa saja faktor risiko enterobiasis?
5. Bagaimana
pengobatan dan pencegahan enterobiasis?
6. Apa bahaya dan
potensi kerugian dari enterobiasis?
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah
yang telah disebutkan, makalah ini membatasi masalah yang dipertanyakan pada
gejala klinis dan diagnosis infeksi Enterobius vermicularis.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah dan batasan masalah tersebut, makalah ini dirumuskan
permasalahannya pada bahaya dari infeksi Enterobius vermicularis.
E.
Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk
melengkapi sebagian tugas mata kuliah Parasitologi dan memberikan wawasan
mengenai bahaya infeksi Enterobius vermicularis dan bagaimana
cara mendiagnosisnya.
F.
Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis melakukan pengumpulan data/bahan dari kajian
pustaka dan media elektronik dengan mengakses internet.
G.
Manfaat
Diharapkan
hasil penulisan ini dapat dijadikan bahan masukan bagi mahasiswa analis
kesehatan khususnya dalam mendiagnosis Enterobiasis dan memahami bahaya yang
ditimbulkannya. Penulisan
ini juga diharapkan menjadi bahan pengalaman berharga dan dapat meningkatkan
kemampuan penulis untuk melakukan penulisan yang akan datang.
H.
Sistematika Penulisan
Makalah ini
terdiri atas enam bab. Bab I Pendahuluan, memuat: latar belakang, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,
manfaat dan sistematika penulisan. Bab II Dasar Teori, memuat: klasifikasi,
hospes dan nama penyakit, distribusi geografik, habitat, morfologi, siklus
hidup, gejala klinis, diagnosis laboratorium, epidemiologi dan faktor risiko,
pengobatan dan prognosis, pencegahan dan pengendalian. Bab III Bahaya
Infeksi Enterobius vermicularis, memuat: infeksi berat Enterobius
vermicularis, gejala klinis dan potensi kerugian akibat infeksi berat
enterobiasis. Bab IV Penutup, meliputi: kesimpulan dan saran.
BAB II
DASAR TEORI
A. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Rhabditea
Ordo : Oxyurata
Famili : Oxyuridae
Genus :
Enterobius
Spesie : vermicularis
Nama
lain : Oxyuris
vermicularis, cacing kremi, cacing kerawit, pinworm, seatworm.
B. Hospes dan Nama Penyakit
Manusia
dianggap satu-satunya hospes11. Penyakitnya disebut enterobiasis
atau oksiuriasis. Masyarakat awam biasa menyebutnya kremi-an.
C.
Distribusi
Geografik
Seluruh dunia, dengan infeksi lebih sering pada anak usia
sekolah atau prasekolah dan dalam pemukiman padat. Enterobiasis tampaknya lebih
umum di daerah dingin dibandingkan di negara-negara beriklim tropis.
Merupakan infeksi cacing yang paling umum di Amerika Serikat (sekitar 40 juta
orang yang terinfeksi).11
D.
Habitat
Sejak berbentuk telur hingga menetas, cacing ini tinggal di
usus 12 jari kemudian setelah berubah menjadi larva akan berpindah ke usus
tengah (usus halus dekat seikum) yang merupakan bagian atas sistem
penyerapan nutrisi. Setelah dewasa di rongga seikum atau di usus
besar, cacing betina gravid akan bermigrasi ke perianal pada malam
hari untuk meletakkan telur.11,14
E.
Morfologi
- Cacing dewasa
♂
(jantan): 2-5 mm×0,1-0,2 mm.
bentuk
seperti tanda tanya, pada anterior terdapat pelebaran seperti sayap (cephalic
alae), ujung posterior tumpul, spikulum jarang ditemukan.11
♀ (betina): 8-13 mm×0,3-0,5 mm.
pada
anterior terdapat pelebaran seperti sayap (cephalic alae), ujung
posterior panjang dan runcing, cacing betina gravid mengandung 11.000-15.000
telur.11
- Telur
Ukuran
telur Enterobius vermicularis 50-60 µm ×20-30 µm.
Telur
berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimetris). Dinding telur
bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing tambang. 11
F.
Siklus Hidup
·
Telur diletakkan pada lipatan
perianal.
·
Autoinfeksi (self-infection) terjadi karena
pemindahan telur infektif ke mulut dengan tangan yang menggaruk daerah
perianal.
·
Penularan orang-ke-orang juga dapat
terjadi melalui penanganan pakaian atau seprai tempat tidur yang
terkontaminasi.
·
Enterobiasis juga dapat diperoleh
melalui permukaan di lingkungan yang terkontaminasi dengan telur cacing kremi
(misalnya, tirai, karpet).
·
Sejumlah kecil telur mungkin
terdapat di udara (debu) dan terhirup dan tertelan kemudian mengikuti
perkembangan yang sama sebagai telur yang tertelan.
·
Setelah menelan telur infektif,
larva menetas di usus kecil (usus halus dekat seikum).
·
dan cacing dewasa menetap di rongga
seikum, usus besar.
·
Kopulasi mungkin terjadi di rongga seikum,
cacing ♂ mati setelah kopulasi dan cacing ♀ mati setelah bertelur.
·
Jarak waktu dari menelan telur
infektif sampai cacing betina dewasa betelur adalah sekitar satu bulan.
·
Masa hidup cacing dewasa adalah
sekitar dua bulan.
·
Cacing betina gravid bermigrasi
malam hari keluar anus dan bertelur saat merayap di kulit daerah
perianal.
·
Larva yang terkandung di dalam telur
berkembang (telur menjadi infektif) dalam 4 sampai 6 jam dalam kondisi optimal
(suhu tubuh).
·
Retroinfeksi, atau migrasi larva yang baru
menetas dari belakang kulit dubur ke dalam rektum kemudian ke usus mungkin
terjadi, tetapi frekuensi kejadian ini tidak diketahui.11
G.
Gejala Klinis
Enterobiasis sering asimptomatik. Gejala yang paling khas
adalah pruritus perianal (rasa gatal pada anus), terutama pada malam
hari, yang dapat menyebabkan superinfeksi bakteri (iritasi). Kadang-kadang,
invasi pada saluran kelamin wanita dengan peradangan vulvovagina dan pelvis
atau granuloma peritoneal dapat terjadi. Gejala lain termasuk sakit perut,
anoreksia, insomnia, lemah, lekas marah dan masturbasi.11
H.
Diagnosis Laboratorium
Meskipun riwayat pasien dengan rasa gatal di anus pada malam
hari dapat mengarah pada infeksi cacing kremi, diagnosisnya tergantung dari
ditemukannya telur dan/cacing dewasa.
Identifikasi mikroskopis, telur dikumpulkan di daerah
perianal adalah metode pilihan untuk mendiagnosis enterobiasis. Hal ini harus
dilakukan pada pagi hari, sebelum buang air besar dan mandi, dengan menekan
pita perekat transparan ("Graham Scotch method",
cellulose-tape slide test) pada kulit perianal dan kemudian memeriksa pita yang
ditempatkan pada slide (objek glass). Bahan juga bisa diambil pada larut malam
setelah pasien tidur beberapa waktu. Bahan ini dapat diambil dari anak-anak dan
kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan.11
Kemungkinan lain, anal swab atau "Swube tubes
" (alat dari batang gelas atau spatel lidah yang ujungnya dilapisi dengan
bahan perekat) juga dapat digunakan. Telur juga dapat ditemukan dalam tinja,
tetapi kurang sering dan kadang-kadang ditemukan dalam urin atau usapan vagina.
Cacing dewasa juga didiagnostik, saat ditemui di daerah perianal, atau selama
pemeriksaan ano-rektal, vagina atau dalam tinja. Karena cacing betina secara
sporadis mengadakan migrasi, perlu dilakukan 4-6 kali seri pemeriksaan untuk
menemukan infeksi.11
I.
Epidemiologi
dan Faktor Risiko
·
Epidemiologi
Infeksi cacing kremi lebih umum dalam keluarga dengan anak
usia sekolah, terutama pengasuh anak yang terinfeksi dan anak yang hidup dalam
lingkungan yang sama (asrama, panti asuhan).11
Seseorang yang terinfeksi cacing kremi karena menelan telur
infektif secara langsung atau tidak langsung. Telur-telur ini diletakkan di
sekitar anus oleh cacing betina dan dapat terbawa ke permukaan (tangan, mainan,
kasur/seprai, pakaian dan tempat duduk toilet). Dengan meletakkan tangan siapun
yang terkontaminasi (termasuk tangan penderita sendiri) di sekitar daerah mulut
atau meletakkan mulut pada permukaan yang biasa terkontaminasi, seseorang dapat
menelan telur cacing kremi dan menjadi terinfeksi parasit cacing kremi. Karena
telur cacing kremi sangat kecil, hal itu memungkinkan untuk tertelan saat
bernapas.11
Sesudah seseorang menelan telur cacing kremi, terdapat masa
inkubasi 1-2 bulan atau lebih bagi cacing betina untuk dewasa. Sesudah dewasa,
cacing betina bermigrasi untuk bertelur disekitar anus pada malam hari, ketika
banyak dari hospes sedang tidur. Orang yang terinfeksi cacing kremi dapat
menularkan parasit tersebut ke orang lain selama masih terdapat cacing betina
yang meletakkan telurnya pada kulit perianal. Seseorang juga dapat terinfeksi
kembali karena dirinya sendiri (autoinfeksi) atau terinfeksi kembali karena
telur dari orang lain.11
·
Faktor
Risiko
Faktor resiko yang berhubungan dengan enterobiasis adalah
sebagai berikut:
a)
Iklim
Enterobiasis lebih umum di daerah dingin. Pada daerah tropis
insiden lebih sedikit karena cukupnya sinar matahari dan udara panas. Telur
menjadi rusak karena sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Telur cacing
kremi dapat bertahan pada lingkungan di dalam rumah/gedung selama 2-3 minggu.
b) Hygiene dan sanitasi
Menurut data Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
2010, persentase rumah tangga yang memenuhi kriteria Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) dengan katergori baik rata-rata secara nasional hanya 35,88
persen. Ketua umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Prijo
Sidipraptomo, SpRad(K), menuturkan terdapat empat faktor pencetus seseorang
menderita sakit. Sekitar 40% karena perilaku, 30% lingkungan, 20% kelainan
bawaan dan sisanya 10% karena minimnya akses ke tempat kesehatan. Adapun
yang dapat diintervensi dengan perubahan pola hidup adalah karena perilaku dan
lingkungan.13 Kondisi sanitasi lingkungan, kebersihan pribadi yang
buruk dan kesadaran akan kebersihan yang masih rendah merupakan faktor risiko
enterobiasis.
c)
Kelompok umur
Menurut Prof. Tjandra, cacingan pada umumnya menyerang pada
anak-anak karena daya tahan tubuhnya masih rendah. “Anak-anak Prevalensi
terbanyak yang cacingan adalah anak berusia di atas 2 tahun (usia sekolah
SD)," papar Prof. Saleha. Namun infeksi cacing kremi dapat terjadi pada
siapa saja khususnya yang kurang menjaga kebersihan diri.
d)
Kepadatan penduduk
Daerah pemukiman yang padat memudahkan terjadinya penularan
penyakit enterobiasis melalui debu yang diterbangkan oleh angin dan
memungkinkan terjadinya infeksi pada suatu institusi/keluarga.9
e)
Kondisi sosial ekonomi
Kecacingan banyak terdapat di daerah miskin/kondisi sosial
ekonomi yang rendah.
J.
Pengobatan dan Prognosis
Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited).
Bila tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatan pun infeksi dapat berakhir.
Pengobatan secara periodik memberikan prognosis yang baik. Sebaiknya
pengobatan dilakukan pada semua anggota keluarga secara bersamaan, mengingat
cacing kremi sangat mudah menular. Obat pilihannya adalah pyrantel pamoate.11
"Kalau sudah sampai menginfeksi vagina, pengobatannya
tidak bisa lagi pakai obat cacing biasa yang isinya pirantel pamoat. Harus
pakai albendazol," kata ahli parasitologi dari Universitas
Indonesia, Prof. dr. Saleha Sungkar.14
Jika anak Anda belum positif cacingan jangan pernah
memberikan obat cacing. Periksakan feses anak dua kali setahun atau setiap enam
bulan sekali untuk mendapatkan diagnosa dokter tentang cacingan pada anak Anda.
Menurut Professor Saleha Sungkar, memberikan obat cacing
haruslah didahului dengan diagnosa positif cacingan dari dokter. "Selama
ini banyak orang tua telah keliru dengan memberikan obat cacing teratur selama
enam bulan sekali padahal sang anak belum tentu cacingan."
Untuk itu Saleha menyarankan agar setiap orang tua yang
telah melihat gejala cacingan pada anaknya untuk memeriksakan feses (atau
apusan dubur) sang anak ke laboratorium terlebih dahulu. "Biasanya orang
tuanya merasa jijik mengambil feses anak sebagai sampel dan merasa obat cacing
yang biasanya berdosis tunggal tak berbahaya jika langsung dikonsumsi anak tanpa
harus memeriksakan feses. Padahal yang namanya obat pasti ada efek sampingnya
sekecil apapun," papar Saleha.
Professor yang sedang melakukan penelitian bahaya telur
cacing pada makanan kaki lima ini justru menyarankan agar pemeriksaan feseslah
yang harus dilakukan enam bulan sekali. "Enam bulan sekali bukannya minum
obat cacing tapi periksakan feses ke laboratorium agar anak selalu bebas
cacing," jelasnya.2
K. Pencegahan dan Pengendalian
·
Pencegahan
Pada acara pencanangan Hari Waspada Cacing, Jum’at (23/7/2010)
yang diikuti oleh ribuan anak-anak dari berbagai Sekolah Dasar di DKI
Jakarta, dilakukan juga penandatanganan komitmen antara Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan DKI Jakarta, serta Johnson & Johnson dalam upaya
pengendalian dan pemberantasan penyakit kecacingan. Selain itu diluncurkan juga
program 3J, yaitu:
1) Jaga Kebersihan Diri,
Cuci
tangan dengan sabun dan bilas dengan air bersih yang mengalir sebelum dan
setelah makan.
2) Jaga Kebersihan Makanan, dan
Cuci
dengan air bersih yang mengalir semua bahan makanan dan masak dengan matang.
3) Jaga Kebersihan Lingkungan.
Jaga
kebersihan rumah dan lingkungan.4
Untuk
mencegah infeksi cacing kremi, beberapa langkah dapat dilakukan:
1. Cuci tangan sebelum makan, setelah
buang air besar dan setelah memegang binatang peliharaan (telur cacing kremi
dapat menempel pada bulu kucing/anjing).
2. Mandi dan mengganti baju dalam dua
kali sehari (umumnya orang di daerah dingin jarang mandi dan mengganti baju
dalam).
3. Memotong dan menjaga kebersihan
kuku.
4. Menghindari memegang daerah anus.
5. Mencuci seprai, handuk dan pakaian
secara teratur.
6. Anak-anak dianjurkan untuk tidur
dengan pakaian tertutup (piyama).
7. Makanan dan minuman dihindarkan dari
debu dan tangan yang mengandung parasit.
8. Cuci sayuran sebelum dimasak di air
mengalir/celupkan sebentar di air panas (hasil penelitian di 3 pasar daerah
Malang tahun 2010 menunjukkan 15,4% selada mengandung telur cacing E.
vermicularis)16
9. Jagalah kebersihan lingkungan,
bersihkan dinding dan lantai rumah sacara teratur.
·
Pengendalian
“Untuk mengendalikan dan memberantas semua penyakit
(termasuk kecacingan) yang penting adalah kemitraan, kerjasama antara
pemerintah, swasta dan masyarakat yang bisa mandiri menjaga kesehatannya”, ujar
dr. Hartati.4
Untuk mengatasi permasalahan ini, Kementerian Kesehatan
melakukan kebijakan operasional berupa kerjasama lintas program seperti
kemitraan dengan pihak swasta dan organisasi profesi. Tujuannya untuk
memutuskan rantai penularan, menurunkan prevalensi kecacingan menjadi <20%
pada tahun 2015, serta meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas kerja.
Kegiatan yang dilakukan antara lain sosialisasi dan
advokasi, pemeriksaan tinja minimal 500 anak SD per kabupaten/kota, intervensi
melalui pengobatan dan promosi kesehatan, meningkatkan kemitraan, integrasi
program, pencatatan dan pelaporan serta monitoring-evaluasi.7
"Kuncinya adalah perilaku hidup bersih dan sehat,"
kata dr. IBN Banjar, Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DKI
Jakarta. Saat ini pemerintah fokus pada upaya preventif dengan
menggalakkan program hidup bersih dan sehat di sekolah-sekolah.3
BAB III
BAHAYA
INFEKSI
Enterobius vermicularis
A.
Infeksi Berat Enterobius vermicularis
Gatal-gatal akibat infeksi cacing kremi tidak hanya bisa
dirasakan di daerah dubur. Pada wanita dengan infeksi berat, cacing tersebut
bisa juga menyerang daerah sekitar alat kelamin termasuk vagina dan saluran
telur sehingga mengganggu sistem reproduksi.
Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis merupakan
cacing parasit yang banyak menginfeksi anak-anak maupun dewasa dan ditandai
dengan gejala khas berupa rasa gatal di sekitar anus. Cacing dewasa dalam
jumlah banyak kadang-kadang bisa ditemukan pada feses atau tinja orang yang
terinfeksi.
Dalam siklus hidupnya di dalam tubuh manusia, cacing kremi
selalu berpindah-pindah. Sejak berbentuk telur hingga menetas, cacing ini
tinggal di usus 12 jari kemudian setelah berubah menjadi larva akan berpindah
ke usus tengah yang merupakan bagian atas sistem penyerapan nutrisi.
Setelah dewasa, cacing ini akan bermigrasi ke bagian anus
kemudian bergerombol dan menyebabkan rasa gatal di bagian tersebut. Sebagian di
antaranya juga akan keluar bersama feses atau tinja dan umumnya bisa diamati
dengan mata telanjang, berupa cacing putih yang bergerak-gerak.
Nah, dalam pengembaraannya menuju anus inilah, cacing dewasa
sering tersesat lalu bersarang di bagian-bagian yang tidak seharusnya kemudian
bersarang di sana untuk bertelur. Salah satunya adalah vagina, yang sering
menjadi tempat bersarang cacing kremi dewasa khususnya yang betina.
Di vagina, cacing kremi bisa menyebabkan gatal atau bahkan
radang yang pada tingkat keparahan tertentu bisa disertai koreng. Infeksinya
bahkan bisa lebih jauh lagi, cacing-cacing itu kadang menyebar hingga saluran
telur sehingga bisa mengganggu sistem reproduksi.
*Awas!
Cacing Kremi Bisa Menyerang Vagina Senin, 31/01/2011 13:46 WIB
B.
Gejala Klinis Infeksi E. vermicularis pada vagina
Sudah tiga tahun usia perkawinan
pasutri Dono dan Yuli tapi sampai saat ini belum juga lahir bayi yang
diidamkan. Ketika menjalani pemeriksaan secara seksama oleh dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan, ternyata pada rongga rahim Yuli ditemukan
luka kronis. Yuli mengaku, sejak menikah memang sering menderita keputihan.
Selama ini hanya diobati dengan obat tradisional seperti rebusan daun sirih
serta jamu antikeputihan. “Sebentar sembuh tapi kemudian kambuh kembali”,
katanya. Apakah keputihan ini saja gara-garanya, masih perlu diteliti lebih
lanjut.
“Keputihan yang kronis memang bisa
merupakan salah satu penyebab kemandulan”, kata dr. Asri dari Pusat Pelayanan
Keluarga Pro-Familia, Jakarta. “Sebab itu perlu bagi setiap wanita menikah
melakukan ‘kuras’ vagina”, saran dokter dari klinik yang didirikan Perkumpulan
Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) ini. “Kuras” vagina artinya, pengontrolan
dan pembersihan vagina sampai ke mulut serta rongga rahim.
Menurut dr. Asri, lebih dari 70%
wanita Indonesia mengalami penyakit keputihan yang disebabkan oleh jamur,
parasit seperti cacing kremi atau kuman (Trichomonas vaginalis). Korban yang
mengalami keputihan karena cacing kremi, gejalanya selain merasa gatal, juga
adanya lendir keruh dan kental berwarna sedikit kekuningan seperti susu,
terkadang berbusa.
Keputihan
karena cacing kremi ini juga dapat diderita oleh anak-anak perempuan (balita
sampai anak besar) akibat telur yang menempel pada makanan atau barang lain
yang terkontaminasi. Sebab itu kalau ada anak perempuan mengeluh di daerah
vagina terasa gatal dan mengeluarkan lendir kekuningan, segeralah periksakan ke
dokter. Mungkin penyebabnya cacing kremi. Kalau disebabkan oleh kuman
atau trikomonas pada umumnya gejalanya selain gatal, lendir berwarna kehijauan.
Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI)
http://www.pkmi-online.com/health_solution3.htm
C.
Potensi kerugian
Jika dikatakan kerugian ekonomi akibat
cacingan karena cacing gelang, cambuk dan tambang (karena kehilangan
karbohidrat, protein, anemia dan produktivitas) sebanyak 177 miliar rupiah per
tahun, begitu juga halnya potensi kerugian akibat infeksi berat cacing kremi
betina yang dapat menyerang saluran telur sehingga bisa mengganggu sistem
reproduksi, bahkan menyebabkan infertilitas.
Bila hal tersebut terjadi maka akan ada penurunan kuantitas
dan kualitas generasi penerus bangsa. Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi
infeksi berat cacing kremi pun cukup besar. Selain itu keputihan akibat cacing
kremi akan mengganggu kondisi psikologi-sosial penderita.
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
non STH, debu, gejala ringan,
pengobatan satu keluarga
Masalah kecacingan yang perlu diperhatikan tidak hanya
cacing gelang, cambuk dan tambang, tetapi juga cacing kremi karena dapat
menimbulkan kerugian yang tak kalah besarnya akibat infeksi berat yang
ditimbulkan. Perlu diketahui infeksi cacing kremi yang menyebabkan pruritus ani
(gatal pada anus) dapat pula menyerang vagina dan saluran reproduksi pada
infeksi berat. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada pemeriksaan
mikroskopik yang di dapat dari anal swab metode Gram Scotch. Pengobatan hanya
diberikan jika ditemukan diagnosis positif. Karena itu diagnosis laboratorium
sangatlah penting mengingat infeksi cacing kremi sangat mudah menular.
Diagnosis yang tepat merupakan kunci pengobatan kremian ini.
Untuk itu pemahaman mengenai morfologi, siklus hidup dan gejala klinis
enterobiasis perlu dipahami dengan benar oleh para analis kesehatan (dalam hal
ini khususnya mahasiswa) demi terwujunya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Enam bulan sekali bukanlah minum obat cacing tetapi
periksakan anak ke laboratorium agar terbebas dari cacingan.
B.
Saran
Cacingan merupakan masalah yang serius, mengingat
akibatnya dapat menurunkan kualitas generasi muda karena terganggunya proses
pertumbuhan dan proses belajar, jelas Saleha di acara yang bertajuk Generasi
Sehat Indonesia karena Waspada Cacing Setiap Saat.
Rully
Prasetyanto Brand Manager Combantrin PT Johnson & Johnson Indonesia
mengatakan ancaman penyakit cacingan pada generasi penerus perlu ditangani
dengan serius. Selain itu, konsisten dan berkesinambungan.
Sosialisasi
bahaya cacingan memang seharusnya terus digalakkan mengingat cacingan bisa
menjadi masalah yang serius di negara tropis, termasuk Indonesia.
Pihak
yang terkait perlu memperhatikan kecacingan karena cacing kremi, sebab bahaya
yang ditimbulkan juga besar.
Mungkin
karena bentuknya yang mirip, tersebarlah sebuah mitos aneh (dan bodoh), “kalau
makan kelapa parut nanti bisa cacingan”. Padahal teori generation spontanea
sudah lama tumbang. Tidak mungkin dari daging bisa lahir belatung, dari
tumpukan padi muncul tikus, dan begitu pula dari parutan kelapa jadi cacing
kremi. Kecuali kalau di parutan kelapanya memang ada telur kreminya.
Perlu
dilakukan penelitian/pengkajian lanjutan mengenai ada tidaknya kasus infeksi
berat akibat cacing kremi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Data
yang diperoleh dengan mengakses internet mengacu pada:
Garcia,
Lynne S. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
1. Cacingan Bisa Turunkan Kecerdasan
Anak SD.
http://lifestyle.okezone.com/read/2011/01/31/195/419626/cacingan-bisa-turunkan-kecerdasan-anak-sd
2. Jangan Beri Obat Cacing Bila Si
Kecil Tak Cacingan. Rabu,
20/01/2013 13:46 WIB
http://www.tribunnews.com/2011/02/01/jangan-beri-obat-cacing-bila-si-kecil-tak-cacingan
3. Waspadai Parasit Perut Buncit
http://www.kompas.com/news/read/2011/02/19/09454436/www-kompas-com
4. Pencanangan Hari Waspada Cacing
http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1151-pencanangan-hari-waspada-cacing.html
5. 20 Persen Anak Indonesia Menderita
Cacingan
http://www.kompas.com/news/read/2010/07/09/04141339/20-Persen-Anak-Indonesia-Menderita-Cacingan
6. Penyakit Cacingan Masih Ancam
Kesehatan Anak Indonesia.
Rabu, 20/01/2013 13:46 WIB
m.okezone.com/read/2010/07/08/27/350939
7. Penyakit Kecacingan Masih Dianggap
Sepele
http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1135-penyakit-kecacingan-masih-dianggap-sepele.html
8.
Enterobiasis
pada Anak Usia Di bawah 6 Tahun di desa Cikaret
Cermin
Dunia Kedokteran No. 97, 1994 hal.16
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_097_foodborne_diseases.pdf
9. Faktor Yang Berhubungan Dengan
Enterobiasis Pada Anak SD Di Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran Tahun
2009
Hidri
Dwian Purti, 100730315, Fakultas Kesehatan Masyarakat
http://adln.fkm.unair.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=adlnfkm-adln-hidridwian-1476
10.
Taxonomic
Classification
Michigan
State University. Est. 1855. East Lansing, Michigan USA.
https://www.msu.edu/course/zol/316/evertax.htm
11.
Enterobiasis
Center
for Disease Control and Prevention 1600 Clifton Rd. Atlanta, GA 30333, USA.
12.
Penyakit
Kecacingan Masih Dianggap Sepele
http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1135-penyakit-kecacaingan-masih-dianggap-sepele.html
13.
Dokter
Kecil, Agen Perubahan Cilik Rabu, 20/01/2013 13:46 WIB
m.okezone.com/read/2011/08/01/195/486537
14.
Awas!
Cacing Kremi Bisa Menyerang Vagina Rabu, 20/01/2013 13:46 WIB
http://www.detikhealth.com/read/2011/01/31/134659/1557107/763/awas-cacing-kremi-bisa-menyerang-vagina?ld991107763
15.
Perkumpulan
Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI)
http://www.pkmi-online.com/health_solution3.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar