Sabtu, 02 November 2013

ASKEP KRITIKAL PADA LANSIA PADA KASUS DEPRESI

ASKEP KRITIKAL PADA LANSIA
DEPRESI

Oleh :
Kelompok 2
K1A

1.    Devi Wahyuningsih  [115140029]
2.    Nuzul Wahyudi          [115140068]
3.    Novitayanti                [115140119]
4.    Tika Anggeriani        [115140094]
5.    Melya Seprida          [115140057]
6.    Anice Sari                 [115140015]
7.    Rajif Fathoni             [115140118]
8.    Andi Hermawan       [115140013]

Dosen Pembimbing : Sulastri, M.Kep.Sp.Jiwa


Description: Logo UMITRA.jpg








SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
MITRA LAMPUNG
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, dan Karunia-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah Keperawatan Komunitas II yang telah memberikan bimbingan berkaitan dengan penyusunan makalah ini.
Semoga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kritikal pada Lansia dengan Depresi” ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II juga dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan maupun profesi keperawatan.
Pada penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan, baik mengenai isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan-masukan baik kritik maupun saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah yang sempurna pada tugas yang akan datang.



Bandar Lampung, 19 Oktober 2013



Penulis,









BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menurut perkiraan dari United States Bureau of Census 1993, populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 – 2023 akan naik 414 %, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan menempati urutan keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India, dan Amerika (Depkes RI, 2001). Fenomena ini akan berdampak pada semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis, psikologis dan sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental. Dilihat dari perspektif keperawatan dikatakan ada empat besar penderitaan geriatrik yaitu immobilisasi, ketidakstabilan, inkontinensia, dan gangguan intelektual.
Sifat umum dari empat besar tersebut adalah 1) mempunyai masalah yang kompleks, 2) tidak ada pengobatan yang sederhana, 3) hancurnya kemandirian, dan 4) membutuhkan bantuan orang lain yang berkaitan erat dengan keperawatan (Isaac, 1981). 
Pada lanjut usia (lansia) yang kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian serta perubahan fisik, psikologis, dan sosial sebagai akibat masa tuanya, sangat mungkin timbul gangguan jiwa yaitu depresi. Hal ini bisa dikarenakan kurangnya pemahaman agama dalam kehidupan.
Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi orang usia lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif yang disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang kurang serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya.
Selain itu proses-proses sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik yang dialaminya akan mempengaruhi jalur frontostriatal, amygdala serta hypocampus, dan meningkatkan kerentanan untuk terjadinya gangguan depresif. Begitu pula faktor herediter bisa juga berperan sebagian.
Adanya musibah yang bersifat psikososial seperti kemiskinan, isolasi sosial, dan lain-lain akan mengundang untuk suatu perubahan fisiologis yang selanjutnya akan meningkatkan kerentanan untuk mengalami depresi atau untuk mencetuskan kondisi depresi pada orang usia lanjut yang rentan akan hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
1)    Apa yang dimaksud dengan Depresi ?
2)    Apa saja aspek Depresi ?
3)    Apa saja etiologi dari Depresi ?
4)    Bagaimana patofisiologi Depresi ?
5)    Apa saja gambaran klinik dari Depresi ?
6)    Apa saja factor resiko untuk perkembangan terjadinya depresi pada Lansia?
7)    Apa tingkatan Depresi ?
8)    Apa saja dampak dari Depresi ?
9)    Bagaimana Manajemen Terapi yang dapat dilakukan pada Lansia dengan Depresi ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

            Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1)    Mengetahui apa yang dimaksud dengan Depresi
2)    Mengetahui apa saja aspek Depresi
3)    Mengetahui apa saja etiologi dari Depresi
4)    Memahami bagaimana patofisiologi Depresi
5)    Mengetahui apa saja gambaran klinik dari Depresi
6)    Memahami apa saja factor resiko untuk perkembangan terjadinya depresi pada Lansia
7)    Mengetahui apa tingkatan Depresi
8)    Memahami apa saja dampak dari Depresi
9)    Memahami bagaimana Manajemen Terapi yang dapat dilakukan pada Lansia dengan Depresi

1.3.2 Tujuan Khusus
            Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan Komunitas 2



























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku  dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001)
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih dan Sukamto).
Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (afektif  mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang depresi :
·         Menurut Suryantha Chandra (2002 : 8),
Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan istilah depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga.
·         Menurut John & James (1990 : 2)
Individu yang menderita depresi aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat lambat, kepercayaan diri menurun, semangat dan minat hilang, kelelahan yang sangat, insomnia, atau gangguan fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, rasa sesak didada, hingga keinginan untuk bunuh diri
·         Menurut A. Supratiknya (1995 : 67)
Salah satu gejala depresi adalah pikiran dan gerakan motorik yang serba lamban (retardasi psikomotor), fungsi kognitif  terganggu. Jadi depresi mencakup dua hal kesadaran yaitu menurunnya aktifitas dan perubahan suasana hati. Perubahan perilaku orang yang depresi berbeda - beda dari yang ringan sampai pada kesulitan - kesulitan yang mendalam disertai dengan tangisan, ekspresi kesedihan, tubuh lunglai dan gaya gerak lambat
·         Menurut Maramis (1998 : 107)
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, rasa tidak berguna, gagal, kehilangan, putus asa, dan penyesalan yang patologis. Depresi juga disertai dengan komponen somatik seperti anorexia, konstipasi, tekanan darah dan nadi menurun. Dengan kondisi yang demikian, depresi dapat menyebabkan individu tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam hidupnya.
·         Menurut Mendels (dalam Meyer, 1984 : 159) mengatakan bahwa individu mengalami depresi jika individu mengalami gajala-gejala rasa sedih, pesimis, membenci diri sendiri, kehilangan energi, kehilangan konsentrasi, dan kehilangan motivasi. Selain itu individu juga kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, insomnia, kehilangan libido, dan selalu ingin menghindari orang lain.

2.2 Aspek Depresi
Beck (dalam Nanik Afida dkk, 2000 :181) menjelaskan depresi memiliki beberapa aspek emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.

2.2.1 Aspek yang dimanifestasikan secara emosional
1)    Perasaan kesal atau patah hati (dejected mood) ;
Perasaan ini menggambarkan keadaan sedih, bosan dan kesepian yang dialami individu. Keadaan ini bervariasi dari kesedihan sesaat hingga kesedihan yang terus - menerus.
2)    Perasaan negatif terhadap diri sendiri ;
Perasaan ini mungkin berhubungan dengan perasaan sedih yang dijelaskan di atas, hanya bedanya perasaan ini khusus ditujukan kepada diri sendiri.
3)    Hilangnya rasa puas ; maksudnya ialah kehilangan kepuasan atas apa yang dilakukan. Perasaan ini dapat terjadi pada setiap kegiatan yang dilakukan termasuk hubungan psikososial, seperti aktivitas yang menuntut adanya suatu tanggung jawab.
4)    Hilangnya keterlibatan emosional dalam melakukan pekerjaan atau hubungan dengan orang lain ; keadaan ini biasanya disertai dengan hilangnya kepuasan diatas. Hal ini dimanifestasikan dalam aktivitas tertentu, kurangnya perhatian atau rasa keterlibatan emosi terhadap orang lain.
5)    Kecenderungan untuk menangis diluar kemauan ; gejala ini banyak dialami oleh penderita depresi, khususnya wanita. Bahkan mereka yang tidak pernah menangis selama bertahun-tahun dapat bercucuran air mata atau merasa ingin menangis tetapi tidak dapat menangis.
6)    Hilangnya respon terhadap humor ; dalam hal ini penderita tidak kehilangan kemampuan untuk mempersepsi lelucon, namun kesulitannya terletak pada kemampuan penderita untuk merespon humor tersebut dengan cara yang wajar. Penderita tidak terhibur, tertawa atau puas apabila mendengar lelucon.



2.2.2 Aspek depresi yang dimanifestasikan secara kognitif

1)    Rendahnya evaluasi diri ; hal ini tampak dari bagaimana penderita memandang dirinya. Biasanya mereka menganggap rendah ciri - ciri yang sebenarnya penting, seperti kemampuan prestasi, intelegensi, kesehatan, kekuatan, daya tarik, popularitas, dan sumber keuangannya.
2)    Citra tubuh yang terdistorsi ; hal ini lebih sering terjadi pada wanita. Mereka merasa dirinya jelek dan tidak menarik.
3)    Harapan yang negatif ; penderita mengharapkan hal - hal yang terburuk dan menolak uasaha terapi yang dilakukan.
4)    Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri ; hal ini muncul dalam bentuk anggapan penderita bahwa dirinya sebagai penyebab segala kesalahan dan cenderung mengkritik dirinya untuk segala kekurangannya.
5)    Keragu-raguan dalam mengambil keputusan ; ini merupakan karakteristik depresi yang biasanya menjengkelkan orang lain ataupun diri penderita. Penderita sulit untuk mengambil keputusan, memilih alternatif yang ada, dan mengubah keputusan.

2.2.3 Aspek yang dimanifestasikan secara motivasional
Meliputi pengalaman yang disadari penderita, yaitu tentang usaha, dorongan, dan keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif motivasi penderita, penderita tampaknya menarik diri dari aktifitas yang menuntut adanya suatu tanggung jawab, inisiatif bertindak atau adanya energi yang kuat.

2.2.4 Aspek depresi yang muncul sebagai gangguan fisik 
·         Kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan libido, dan kelelahan yang sangat.







2.3 Etiologi
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:
2.3.1 Faktor Biologis
Hal ini bisa berupa faktor genetis, gangguan pada otak terutama sistem cerebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin, perubahan endokrin dll.
a)    Faktor Genetis:
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan depresif.
Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular.
b)  Gangguan pada Otak:
Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi, presipitasi atau mempertahankan gejala-gejala gangguan depresif pada orang usia lanjut.
c)  Gangguan Neurotransmitter:
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk., mendapatkan bahwa konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia, tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase meningkat sesuai pertambahan usia.
d)  Perubahan Endokrin:
Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan wanita.
Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel dari organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya meningkatnya proses degenerasi sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon tersebut makin berkurang. Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi produksi neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.
2.3.2 Faktor Psikologis
Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif.
a)    Teori Perilaku:
Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia lanjut oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup berat sehingga terjadinya gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressor-stressor kehidupan yang dialaminya tersebut. Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah peristiwa kehidupan yang negatif yang dialami individu usia lanjut.

b)    Teori Psikodinamis:
Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi ketidaksanggupan untuk menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa kehilangan yang tak terelakkan oleh individu tersebut.
c)    Teori Kognitif:
Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.
Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu usia lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat generalisasi yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang tidak menyenangkan individu tersebut.
2.3.3 Faktor Sosial
Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya sokongan sosial yang selama ini dimilikinya.

2.4 Patofisiologi
Struktur neocortical dorsal mengalami hipometabolis dan struktur limbic ventral mengalami hipermetabolis selama dalam keadaan gangguan depresif. Selain itu jalur fronto-striatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarah ke afek (alam perasaan) yang positif, dan abnormalitasnya bisa menghasilkan satu ketidaksanggupan untuk mendorong antisipasi yang mana ini akan mempredisposisikan keadaan depresif.
Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan iritabilitas, dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula kerusakan cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif. Kerusakan sirkuit dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah tempat, dalam belajar dan generasi daftar kata. Abnormalitas perilaku-perilaku ini menyerupai gejala-gejala pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas korteks prefrontodorsolateral dan gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan gangguan psikomotor dan gangguan depresif.

2.5 Gambaran Klinik
Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa dijumpai sebagai berikut:
a) Depresi dan dysphoria
Walaupun demikian kadang-kadang mood depresif bisa tidak dijumpai pada pasien tersebut, oleh karena ada juga pasien yang menyangkal (denial) terhadap perasaan yang demikian.
b) Menangis ( Tapi pada pasien pria agak jarang )
          c) Ansietas ( kecemasan ) dan agitasi
          Pada pasien ini bisa dijumpai: pasien menjadi gugup waktu berkomunikasi dengan seseorang, mudah tersinggung atau tingkah laku yang mengganggu bersama-sama dengan gejala-gejala ansietasnya. Dan hal ini bisa dijumpai pada sekitar 80% dari pasien usia lanjut yang mengalami gangguan depresif.
           
          d) Menurunnya energi dan kelelahan (fatigue)
           
          e) Anhedoni
          Di sini pasien tersebut kehilangan interest terhadap sesuatu yang dulu disenanginya.
           
          f) Retardasi fisik
          Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan lain-lain.
           
          g) Defisit kognitif
          Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang mengalami gangguan depresif dan kadang-kadang bisa mencapai suatu level yang parah sehingga diduga sedang mengalami pseudodementia. Bahkan dari suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Kral & Emery pada tahun 1999, dari pasien sampel penelitiannya tersebut berkembang menjadi penyakit Alzheimer.
          Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam perasaan depresif pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi eksekutif, kecepatan psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan visiospasial. Timbulnya gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan oleh penurunan fungsi dari lobus frontalis.
           
          h) Somatisasi
           
          i) Hypokhondriasis
           
          j) Insight
          Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi, tergantung pada keparahan penyakitnya.
           
          k) Suicide (bunuh diri)
          Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri lebih sering terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur lainnya. Dan dari segi jenis kelamin didapati bahwa pria usia lanjut lebih sering melakukan tindakan bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang usia lanjut.
          Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang depresif, gejala suicide pada orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa hal antara lain: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang bersifat subyektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah perawatan atau panti. Walaupun demikian ide suicide berhubungan erat dengan keparahan depresi yang dideritanya
           
          l) Gejala-gejala psikoti
          Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa berupa rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.
           
          m) Gangguan Perilaku
          Hal ini bisa dalam bentuk gejala-gejala sebagai berikut yaitu: penolakan untuk makan, buang air besar dan buang air kecil yang tak terkontrol, menjerit-jerit, dan jatuh teatrikalitas, tingkah laku merusak, menggigit, menggaruk-garuk atau bertengkar dengan orang lain atau pasien-pasien lainnya.
           
          n) Gangguan tidur, terutama late insomnia
          Selain gejala-gejala yang saya sebutkan di atas tadi dapat dikatakan bahwa pasien gangguan depresif usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan penyakit-penyakit lain, yaitu:
           
          • Co-morbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya antara lain gangguan cemas (ansietas) dan lain-lain.
          • Co-morbiditas dengan penyakit-penyakit fisik, antara lain: penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, stroke, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain.

Tanda dan Gejala yang mudah dijumpai :
penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur terutama terbangun dini hari dan sering terbangun malam hari, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan dan keluhan somatik.
1. Suasana Hati
·  Sedih
·  Kecewa
·  Murung
·  Putus Asa
·  Rasa cemas dan tegang
·  Menangis
·  Perubahan suasana hati
·  Mudah tersinggung
2. Fisik
·  Merasa kondisi menurun, lelah
·  Pegal-pegal
·  Sakit
·  Kehilangan nafsu makan
·  Kehilangan berat badan
·  Gangguan tidur
·  Tidak bisa bersantai
·  Berdebar-debar dan berkeringat
·  Agitasi
·  Konstipasi

2.6 Faktor Resiko untuk Perkembangan Terjadinya Depresi pada Lanjut Usia
Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan perkembangan terjadinya suatu gangguan depresif dan dapat dipakai sebagai satu cara pengenalan dan mentargetkan kelompok risiko tinggi, yaitu:
a)     Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau ketidaksanggupan, kondisi kesehatan menurun dan tubuh lemah
b)     Merasa kesepian, atau anggota keluarga terlalu sibuk, perhaulan kurang dan rekreasi terbatas
c)     Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.
d)     Gangguan pendengaran.
e)     Adanya riwayat keluarga dengan gangguan depresif.
f)      Dementia dini.
g)     Penghasilan menurun
h)     Ada penggunaan obat-obat tertentu seperti: steroid, mayor transquilizer, dan lain-lain.
Selain itu, dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab yang paling sering terjadinya kematian pada pasien gangguan depresif usia lanjut adalah oleh karena kondisi kardiovaskular yang bisa berupa: stroke, myocard infarct, dan sebagainya. Kemudian kanker merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab kematian pada penderita gangguan depresif pada usia lanjut.
Faktor lain yang memberikan kontribusi timbulnya depresi tersebut berdasarkan hasil angket dan observasi adalah strategi coping pada lansia itu sendiri yang kurang baik. Strategi coping adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan-tekanan psikologis atau stres dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah atau tugas.

2.7 Tingkatan Depresi pada Lansia
Menurut Depkes RI 2001
1)     Depresi ringan : Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, perasaan salah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang
2)     Episode Depresi Sedang : Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga
3)     Depresi berat tanpa gejala manik. Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh diri
2.8 Dampak Depresi
1)    Tekanan darah tinggi
2)    Gastritis
3)    Vertigo
4)    Migrain
5)    Kanker
6)    Stroke
7)    Penyakit Jantung
8)    Dimensia
9)    Reumatik

2.9 Manajemen Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif, mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejalanya, untuk memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam mengembangkan keterampilannya.
Tindakan terapinya dapat berupa :
a) Pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya.
        b) Pemberian obat anti depressant dan psikoterapi (cognitive behavior therapy, psychodynamic psychotherapy, dsb.).
        Selain itu Electro Convulsive Therapy (ECT) harus dipertimbangkan bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap obat antidepressant, atau memiliki depresi berat, dengan risiko suicide, dan lain-lain.
        Obat antidepressant golongan S.S.R.I. dan S.N.R.I. adalah obat antidepressant pilihan, diikuti dengan Bupropion dan Mirtazapine. Sedangkan beberapa jenis obat antidepressant seperti: Amitriptyline, Maprotyline, dan lain-lain harus dihindari.
        Selain itu pada fase rehabilitasi, maka penatalaksanaan rehabilitasi perilaku sebaiknya dikombinasikan dengan pengobatan antidepressant untuk memperbaiki status fungsionalnya setelah gejala-gejala depresinya hilang.

Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan masyarakat, yaitu :
1. Diri Sendiri ( Lansia)
·   Berfikir positif
·   Terbuka bila ada masalah
·   Menerima kondiri apa adanya
·   Ikut Kegiatan pengajian
·   Tidur yang cukup
·   Oleh raga teratur
·   Optimis
·   Rajin beribadah
·   Latihan relaksasi
·   Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
2. Keluarga
·  Dukung lansia tetap berkomunikasi
·  Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
·  Mendengarkan keluahan lansia
·  Berikan bantuan ekonomi
·  Dukung kegiatan lansia
·  Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
·  Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan
3. Masyarakat
·  Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia
·  Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia
·  Support group






























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI

A.      Pengkajian
1.    Identitas diri klien
2.    Struktur keluarga : Genoogram
3.    Riwayat Keluarga
4.    Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan   gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
  1. Kaji adanya depresi.
  2. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric depresion scale.
  3. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
  4. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.

Lakukan observasi langsung terhadap :  

  1. Perilaku.
·  Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari?
·  Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?
·  Apakah klien sering mengluyur danmondar - mandir?
·  Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena?

  1. Afek
·   Apakah kilen menunjukkan ansietas?
·   Labilitas emosi?
·  Depresi atauapatis?
·  lritabilitas?
·  Curiga?
·  Tidak berdaya?
·  Frustasi?

3.    Respon kognitif
·  Bagaimana tingakat orientasi klien?
·  Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal¬hal yang baru saja atau yang sudah lamaterjadi?
·  Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan?
·  Kurang mampu membuat penilaian?
·  Terbukti mengalami afasia, agnosia, atau,apraksia?

Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
1.    Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
2.    ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain.
3.    Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).
4.    Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
5.    Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.

Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi
a)    Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
-        selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore / malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
-        Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
-        Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
-        Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
-        Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
-        Bersikap empati dengan cara:
1)    Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian
2)    Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
3)    Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
4)    Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
b)    Mengkaji pasien lansia dengan depresi
Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
-        Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan diri kurang)
-        Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung, lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.

Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale)

B. Klasifikasi Data
·       Data Subyektif
1)    Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
2)    Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing.
3)    Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
4)    Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.

·       Data Obyektif
1)    Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot.
2)    Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.
3)    Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4)    Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis.
5)    Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang­gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal.

Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.

C. Diagnosa Keperawatan
1.    Mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2.    Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
3.    Ketidak berdayaan
4.    Risiko bunuh diri
5.    Gangguan pola tidur



D. Rencana Tindakan Keperawatan
1.    Dx 1 : Mencederai diri berhubungan dengan depresi.

§    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia tidak mencederai diri.
§    Kriteria Hasil:
  1. Lansia dapat mengungkapkan perasaanya.
  2. Lansia tampak lebih bahagia.
  3. Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas.

No
Intervensi
Rasional
1
Bina hubungan saling percaya dengan lansia.
hubungan saling percaya dapat mempermudah dalam mencari data-data tentang lansia.
2
Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati dan Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
Dengan sikap sabar dan empati lansia akan merasa lebih diperhatikan dan berguna.
3
Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci
Meminimalkan terjadinya perilaku mencederai diri


2.    Dx 2 : Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif
§      Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia merasa tidak stres dan depresi.
§      Kriteria Hasil :
1.  Klien dapat meningkatkan harga diri
2.  Klien dapat menggunakan dukungan sosial
3.  Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

No
Intervensi
Rasional
1
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
Membangun motivasi pada lansia
2
Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu
Individu lebih percaya diri
3
Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
Menumbuhkan semangat hidup lansia
Klien dapat menggunakan dukungan social
4
Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
Lansia tidak merasa sendiri

5
Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
Meningkatkan nilai spiritual lansia
6
Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
Untuk menangani klien secara cepat dan tepat
7
Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Untuk memberi pemahaman kepada lansia tentang obat
8
Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
Prinsip 5 benar dapat memaksimalkan fungsi obat secara efektif
9
Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
Menambah pengetahuan lansia tentang efek – efek samping obat.
10
Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
Lansia merasa dirinya lebih berharga

3.    Dx 3 :Ketidakberdayaan
§      Tujuan nya gar pasian mampu  :
1)    Berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
2)    Melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya.
Tindakan pada lansia :
1)    Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggungjawab terhadap perawatan dirinya
-        Beri kesempatan memilih tujuan perawatan dirinya
-        Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai
Tujuan :
a)      Membantu pasien untuk melakukan aktivitas yang telah ditetapkan.
b)      Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya
c)      Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
d)      Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.

Tindakan untuk keluarga
Tujuan :
-        Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien.
-        Keluarga mampu membantu pasien mengoptimalkan kemampuannya.
Tindakan
a)    Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien
b)    Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
c)    Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien
d)    Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
e)    Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

4.    Dx 4 : Resiko Bunuh Diri
§      Tujuan
a)    Klien tidak membahayakan dirinya sendiri
b)    Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.

§      Tindakan pada Lansia
a)    Diskusikan dengan pasien tentang ide-ide bunuh diri
b)    Buat kontrak dengan pasien untuk tidak melakukan bunuh diri
c)    Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri
d)    Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif
e)    Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah secara konstruktif.
f)     Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.

§      Tindakan pada Keluarga
Tujuan nya agar keluarga mampu:
a.Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasien
b.Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
c.Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif
Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide bunuh diri
b. Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien
-        Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-benda yang memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam, tali pengikat, ikat pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca)
-        Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
-        Lakukan pengawasan secara terus menerus

c.Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
d. Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan masalah
e. Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif dalam menyelesaikan masalah
f. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping positif yang telah digunakan oleh klien.

5.    Dx 5 : Gangguan Pola Tidur
Tindakan untuk Pasien Lansia
§      Tujuan :
-        Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
-        Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
§      Tindakan
a. Bersama klien mengidentifikasi gangguan pola tidur
b. Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur ( Kurangi tidur pada siang hari, Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola, Mandi air hangat sebelum tidur, Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur )
c. Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya
d. Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidurnya.

Tindakan untuk Keluarga
§      Tujuan
a. Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
b. Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
§      Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada pasien
b. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi agar pasien dapat tidur.

E. Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
1. Ketidakberdayaan,
Kemampuan pasien:
a. Berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri
b. Melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan masalah
Kemampuan keluarga
a. mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
b. Membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
2. Risiko bunuh diri
Kemampuan pasien:
a. Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
b. mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
c. Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif
Kemampuan keluarga:
a. Keluarga dapat mengenali tanda dan gejala awal perilaku bunuh diri
b. Keluarga menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
c. Keluarga mampu membantu pasien dalam menetapkan cara-cara yang positif untuk mengatasi masalah
3. Gangguan pola tidur
Kemampuan klien:
a. Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur
b. Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidur
Kemampuan keluarga:
a. Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab gangguan tidur yang dialami pasien
b. Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang nyaman untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur pasien
c. Keluarga mampu membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur











BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang cukup sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor penyebab dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan dialami oleh orang usia lanjut. Di lain pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif tersebut bisa dilaksanakan namun hasilnya tidaklah dapat mencapai hasil yang maksimal, mengingat kekurangan secara fisik dan psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti semula.

4.2 Saran
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan komprehensip, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual pada lansia. Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting dari aspek yang lain, olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan gangguan psikososial harus dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat jasmani dan rohani.









DAFTAR PUSTAKA
·         http://abiums.blogspot.com/2007/05/askep-lansia-depresi.html
·         http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-pasien-depresi
·         http://pinkersaya.wordpress.com/2012/11/24/askep-lansia-dengan-gangguan-psikologis-depresi
·         http://mklh12depresi.blogpot.com
·         http://id.wikipedia.org/wiki.Depresi
·         http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/Depresi-pada-lansia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar