ASKEP KRITIKAL PADA LANSIA
DEPRESI
Oleh
:
Kelompok
2
K1A
1. Devi
Wahyuningsih [115140029]
2. Nuzul
Wahyudi [115140068]
3. Novitayanti [115140119]
4. Tika
Anggeriani [115140094]
5. Melya
Seprida [115140057]
6. Anice
Sari [115140015]
7. Rajif
Fathoni [115140118]
8. Andi
Hermawan [115140013]
Dosen
Pembimbing : Sulastri, M.Kep.Sp.Jiwa

SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM
STUDI KEPERAWATAN
MITRA
LAMPUNG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, dan Karunia-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah Keperawatan Komunitas II yang telah
memberikan bimbingan berkaitan dengan penyusunan makalah ini.
Semoga makalah
yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Kritikal pada Lansia dengan Depresi” ini
selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II juga dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam pendidikan maupun profesi keperawatan.
Pada penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak
kekurangan, baik mengenai
isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kepada para pembaca
untuk dapat memberikan masukan-masukan baik
kritik maupun saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah yang
sempurna pada tugas yang akan datang.
Bandar Lampung,
19 Oktober 2013
Penulis,
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut perkiraan dari United States
Bureau of Census 1993, populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada
tahun 1990 – 2023 akan naik 414 %, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan
pada tahun 2020, Indonesia akan menempati urutan keempat jumlah usia lanjut
paling banyak sesudah Cina, India, dan Amerika (Depkes RI, 2001). Fenomena
ini akan berdampak pada semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik
secara biologis, psikologis dan sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
telah mengidentifikasi lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang
kemunduran fisik dan mental. Dilihat dari perspektif keperawatan dikatakan
ada empat besar penderitaan geriatrik yaitu immobilisasi, ketidakstabilan,
inkontinensia, dan gangguan intelektual.
Sifat umum dari empat besar tersebut
adalah 1) mempunyai masalah yang kompleks, 2) tidak ada pengobatan yang
sederhana, 3) hancurnya kemandirian, dan 4) membutuhkan bantuan orang lain yang
berkaitan erat dengan keperawatan (Isaac, 1981).
Pada lanjut usia (lansia) yang kurang
mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian serta perubahan fisik, psikologis,
dan sosial sebagai akibat masa tuanya, sangat mungkin timbul gangguan jiwa
yaitu depresi. Hal ini bisa dikarenakan kurangnya pemahaman agama dalam
kehidupan.
Gangguan depresif merupakan suasana
alam perasaan yang utama bagi orang usia lanjut dengan penyakit fisik kronik
dan kerusakan fungsi kognitif yang disebabkan oleh adanya penderitaan,
disabilitas, perhatian keluarga yang kurang serta bertambah buruknya penyakit
fisik yang banyak dialaminya.
Selain itu proses-proses
sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik yang dialaminya akan mempengaruhi
jalur frontostriatal, amygdala serta hypocampus, dan meningkatkan
kerentanan untuk terjadinya gangguan depresif. Begitu pula faktor herediter
bisa juga berperan sebagian.
Adanya musibah yang bersifat
psikososial seperti kemiskinan, isolasi sosial, dan lain-lain akan mengundang
untuk suatu perubahan fisiologis yang selanjutnya akan meningkatkan kerentanan
untuk mengalami depresi atau untuk mencetuskan kondisi depresi pada orang usia
lanjut yang rentan akan hal tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
1)
Apa yang dimaksud dengan Depresi ?
2)
Apa saja aspek Depresi ?
3)
Apa saja etiologi dari Depresi ?
4)
Bagaimana patofisiologi Depresi ?
5)
Apa saja gambaran klinik dari Depresi ?
6)
Apa saja factor resiko untuk perkembangan
terjadinya depresi pada Lansia?
7)
Apa tingkatan Depresi ?
8)
Apa saja dampak dari Depresi ?
9)
Bagaimana Manajemen Terapi yang dapat
dilakukan pada Lansia dengan Depresi ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Tujuan umum dari
penulisan makalah ini adalah untuk :
1)
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Depresi
2)
Mengetahui apa saja aspek Depresi
3)
Mengetahui apa saja etiologi dari Depresi
4)
Memahami bagaimana patofisiologi Depresi
5)
Mengetahui apa saja gambaran klinik dari
Depresi
6)
Memahami apa saja factor resiko untuk
perkembangan terjadinya depresi pada Lansia
7)
Mengetahui apa tingkatan Depresi
8)
Memahami apa saja dampak dari Depresi
9)
Memahami bagaimana Manajemen Terapi yang
dapat dilakukan pada Lansia dengan Depresi
1.3.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Keperawatan Komunitas 2
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Depresi
adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik :
rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatik:
anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut
nadi sedikit menurun.
Depresi
adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan
kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup,
tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability,
masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian
(Splitting of personality), prilaku dapat terganggu tetapi dalam
batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001)
Depresi
adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi
(Wahyulingsih dan Sukamto).
Depresi
dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan
(afektif mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Depresi merupakan reaksi yang normal
bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang
jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi
merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi
dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh
orang lain.
Depresi biasanya dicetuskan oleh
trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya,
serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat
kerja keras.
Beberapa
ahli mengemukakan pendapatnya tentang depresi :
·
Menurut Suryantha Chandra (2002 : 8),
Depresi
adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian
seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih,
murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan
istilah depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan
kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga.
·
Menurut John & James (1990 : 2)
Individu
yang menderita depresi aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat lambat,
kepercayaan diri menurun, semangat dan minat hilang, kelelahan yang sangat,
insomnia, atau gangguan fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, rasa
sesak didada, hingga keinginan untuk bunuh diri
·
Menurut A. Supratiknya (1995 : 67)
Salah satu
gejala depresi adalah pikiran dan gerakan motorik yang serba lamban (retardasi
psikomotor), fungsi kognitif terganggu. Jadi depresi mencakup dua hal
kesadaran yaitu menurunnya aktifitas dan perubahan suasana hati. Perubahan
perilaku orang yang depresi berbeda - beda dari yang ringan sampai pada
kesulitan - kesulitan yang mendalam disertai dengan tangisan, ekspresi
kesedihan, tubuh lunglai dan gaya gerak lambat
·
Menurut Maramis (1998 : 107)
Depresi
adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, rasa tidak berguna, gagal, kehilangan, putus asa, dan penyesalan
yang patologis. Depresi juga disertai dengan komponen somatik seperti anorexia,
konstipasi, tekanan darah dan nadi menurun. Dengan kondisi yang demikian,
depresi dapat menyebabkan individu tidak mampu lagi berfungsi secara wajar
dalam hidupnya.
·
Menurut Mendels (dalam Meyer, 1984 :
159) mengatakan bahwa individu mengalami depresi jika individu mengalami
gajala-gejala rasa sedih, pesimis, membenci diri sendiri, kehilangan energi,
kehilangan konsentrasi, dan kehilangan motivasi. Selain itu individu juga
kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, insomnia, kehilangan libido, dan
selalu ingin menghindari orang lain.
2.2
Aspek Depresi
Beck (dalam Nanik Afida dkk, 2000 :181) menjelaskan
depresi memiliki beberapa aspek emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.
2.2.1
Aspek yang dimanifestasikan secara emosional
1) Perasaan
kesal atau patah hati (dejected mood) ;
Perasaan
ini menggambarkan keadaan sedih, bosan dan kesepian yang dialami individu.
Keadaan ini bervariasi dari kesedihan sesaat hingga kesedihan yang terus -
menerus.
2) Perasaan
negatif terhadap diri sendiri ;
Perasaan
ini mungkin berhubungan dengan perasaan sedih yang dijelaskan di atas, hanya
bedanya perasaan ini khusus ditujukan kepada diri sendiri.
3) Hilangnya
rasa puas ; maksudnya ialah kehilangan kepuasan atas apa yang dilakukan.
Perasaan ini dapat terjadi pada setiap kegiatan yang dilakukan termasuk
hubungan psikososial, seperti aktivitas yang menuntut adanya suatu tanggung
jawab.
4) Hilangnya
keterlibatan emosional dalam melakukan pekerjaan atau hubungan dengan
orang lain ; keadaan ini biasanya disertai dengan hilangnya kepuasan diatas.
Hal ini dimanifestasikan dalam aktivitas tertentu, kurangnya perhatian atau
rasa keterlibatan emosi terhadap orang lain.
5) Kecenderungan
untuk menangis diluar kemauan ; gejala ini banyak dialami oleh penderita
depresi, khususnya wanita. Bahkan mereka yang tidak pernah menangis selama
bertahun-tahun dapat bercucuran air mata atau merasa ingin menangis tetapi
tidak dapat menangis.
6) Hilangnya
respon terhadap humor ; dalam hal ini penderita tidak kehilangan
kemampuan untuk mempersepsi lelucon, namun kesulitannya terletak pada kemampuan
penderita untuk merespon humor tersebut dengan cara yang wajar. Penderita tidak
terhibur, tertawa atau puas apabila mendengar lelucon.
2.2.2
Aspek depresi yang dimanifestasikan secara kognitif
1) Rendahnya
evaluasi diri ; hal ini tampak dari bagaimana penderita
memandang dirinya. Biasanya mereka menganggap rendah ciri - ciri yang
sebenarnya penting, seperti kemampuan prestasi, intelegensi, kesehatan,
kekuatan, daya tarik, popularitas, dan sumber keuangannya.
2) Citra
tubuh yang terdistorsi ; hal ini lebih sering terjadi pada wanita.
Mereka merasa dirinya jelek dan tidak menarik.
3) Harapan
yang negatif ; penderita mengharapkan hal - hal yang
terburuk dan menolak uasaha terapi yang dilakukan.
4) Menyalahkan
dan mengkritik diri sendiri ; hal ini muncul dalam bentuk anggapan
penderita bahwa dirinya sebagai penyebab segala kesalahan dan cenderung
mengkritik dirinya untuk segala kekurangannya.
5) Keragu-raguan
dalam mengambil keputusan ; ini merupakan karakteristik depresi yang
biasanya menjengkelkan orang lain ataupun diri penderita. Penderita sulit untuk
mengambil keputusan, memilih alternatif yang ada, dan mengubah keputusan.
2.2.3
Aspek yang dimanifestasikan secara motivasional
Meliputi pengalaman yang disadari penderita, yaitu
tentang usaha, dorongan, dan keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif
motivasi penderita, penderita tampaknya menarik diri dari aktifitas yang
menuntut adanya suatu tanggung jawab, inisiatif bertindak atau adanya energi
yang kuat.
2.2.4
Aspek depresi yang muncul sebagai gangguan fisik
·
Kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan
libido, dan kelelahan yang sangat.
2.3
Etiologi
Faktor penyebab timbulnya
gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:
2.3.1
Faktor Biologis
Hal ini bisa berupa faktor
genetis, gangguan pada otak terutama sistem cerebrovaskular, gangguan
neurotransmitter terutama aktivitas serotonin, perubahan endokrin dll.
a) Faktor
Genetis:
Dari
segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa gen-gen
yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi kardiovaskular
dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan depresif.
Penelitian
lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan depresif mayor pada
orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular.
b) Gangguan
pada Otak:
Antara
lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu penyebab
timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit
cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi,
presipitasi atau mempertahankan gejala-gejala gangguan depresif pada orang usia
lanjut.
c) Gangguan
Neurotransmitter:
Pada
suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk., mendapatkan bahwa
konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan bertambahnya
usia, tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase meningkat sesuai
pertambahan usia.
d) Perubahan
Endokrin:
Dalam
hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen pada
wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan wanita.
Penurunan
kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena pertambahan
usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel dari organ
tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya meningkatnya proses degenerasi
sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon tersebut makin berkurang. Dengan
penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi produksi
neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.
2.3.2
Faktor Psikologis
Ini bisa berupa penyimpangan
perilaku, psikodinamik, dan kognitif.
a) Teori
Perilaku:
Dari
konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia lanjut
oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwa-peristiwa
kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup berat sehingga terjadinya
gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressor-stressor
kehidupan yang dialaminya tersebut. Penelitian lain melaporkan bahwa ada
kaitan terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah
peristiwa kehidupan yang negatif yang dialami individu usia lanjut.
b) Teori
Psikodinamis:
Berdasarkan teori
psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut, oleh karena
pada orang usia lanjut sering terjadi ketidaksanggupan untuk menyelesaikan
pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa kehilangan yang tak
terelakkan oleh individu tersebut.
c) Teori
Kognitif:
Salah
satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya
distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi
seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.
Terjadinya
distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu usia lanjut
tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat generalisasi
yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang tidak
menyenangkan individu tersebut.
2.3.3
Faktor Sosial
Hal ini bisa berupa
hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya sokongan sosial yang selama
ini dimilikinya.
2.4
Patofisiologi
Struktur neocortical dorsal mengalami
hipometabolis dan struktur limbic ventral mengalami hipermetabolis selama dalam
keadaan gangguan depresif. Selain itu jalur fronto-striatal pada otak memediasi
antisipasi yang mengarah ke afek (alam perasaan) yang positif, dan
abnormalitasnya bisa menghasilkan satu ketidaksanggupan untuk mendorong
antisipasi yang mana ini akan mempredisposisikan keadaan depresif.
Terjadinya kerusakan pada
sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan iritabilitas, dan pengurangan
sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula kerusakan cingulata
anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif. Kerusakan sirkuit
dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah tempat, dalam belajar
dan generasi daftar kata. Abnormalitas perilaku-perilaku ini menyerupai
gejala-gejala pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas korteks
prefrontodorsolateral dan gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan
gangguan psikomotor dan gangguan depresif.
2.5
Gambaran Klinik
Pada orang usia lanjut,
gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa dijumpai sebagai berikut:
a) Depresi dan
dysphoria
Walaupun
demikian kadang-kadang mood depresif bisa tidak dijumpai pada pasien
tersebut, oleh karena ada juga pasien yang menyangkal (denial) terhadap
perasaan yang demikian.
b)
Menangis ( Tapi pada pasien pria agak jarang )
c) Ansietas ( kecemasan ) dan agitasi
Pada pasien ini bisa dijumpai: pasien menjadi
gugup waktu berkomunikasi dengan seseorang, mudah tersinggung atau tingkah laku
yang mengganggu bersama-sama dengan gejala-gejala ansietasnya. Dan hal ini bisa
dijumpai pada sekitar 80% dari pasien usia lanjut yang mengalami gangguan
depresif.
d) Menurunnya energi dan kelelahan (fatigue)
e) Anhedoni
Di sini pasien tersebut kehilangan interest
terhadap sesuatu yang dulu disenanginya.
f) Retardasi fisik
Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya
kesukaran dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau
makan, dan lain-lain.
g) Defisit kognitif
Hal ini sering terlihat pada orang usia
lanjut yang mengalami gangguan depresif dan kadang-kadang bisa mencapai suatu
level yang parah sehingga diduga sedang mengalami pseudodementia. Bahkan dari
suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Kral & Emery pada tahun 1999,
dari pasien sampel penelitiannya tersebut berkembang menjadi penyakit
Alzheimer.
Gangguan kognitif yang berkaitan dengan
suasana alam perasaan depresif pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan
fungsi eksekutif, kecepatan psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan
visiospasial. Timbulnya gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan oleh
penurunan fungsi dari lobus frontalis.
h) Somatisasi
i) Hypokhondriasis
j) Insight
Gejala gangguan insight ini tingkat
keparahannya bervariasi, tergantung pada keparahan penyakitnya.
k) Suicide (bunuh diri)
Menurut suatu penelitian telah dinyatakan
bahwa bunuh diri lebih sering terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan
populasi umur lainnya. Dan dari segi jenis kelamin didapati bahwa pria usia
lanjut lebih sering melakukan tindakan bunuh diri dibandingkan dengan wanita
yang usia lanjut.
Berkaitan dengan suicide ini, selain
oleh adanya mood yang depresif, gejala suicide pada orang usia
lanjut bisa terkait dengan beberapa hal antara lain: belum kawin, kesehatan
fisik yang memburuk yang bersifat subyektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan
sensory, tinggal di rumah perawatan atau panti. Walaupun demikian ide
suicide berhubungan erat dengan keparahan depresi yang dideritanya
l) Gejala-gejala psikoti
Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau
halusinasi. Isi wahamnya bisa berupa rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.
m) Gangguan Perilaku
Hal ini bisa dalam bentuk gejala-gejala
sebagai berikut yaitu: penolakan untuk makan, buang air besar dan buang air
kecil yang tak terkontrol, menjerit-jerit, dan jatuh teatrikalitas, tingkah
laku merusak, menggigit, menggaruk-garuk atau bertengkar dengan orang lain atau
pasien-pasien lainnya.
n) Gangguan tidur, terutama late insomnia
Selain gejala-gejala yang saya sebutkan di
atas tadi dapat dikatakan bahwa pasien gangguan depresif usia lanjut sering
dijumpai co-morbiditas dengan penyakit-penyakit lain, yaitu:
• Co-morbiditas dengan gangguan psikiatri
lainnya antara lain gangguan cemas (ansietas) dan lain-lain.
• Co-morbiditas dengan penyakit-penyakit
fisik, antara lain: penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, stroke, penyakit
kardiovaskular, dan lain-lain.
Tanda
dan Gejala yang mudah dijumpai :
penurunan energi dan konsentrasi, gangguan
tidur terutama terbangun dini hari dan sering terbangun malam hari, penurunan
nafsu makan, penurunan berat badan dan keluhan somatik.
1. Suasana Hati
· Sedih
· Kecewa
· Murung
· Putus
Asa
· Rasa
cemas dan tegang
· Menangis
· Perubahan
suasana hati
· Mudah
tersinggung
2. Fisik
· Merasa
kondisi menurun, lelah
· Pegal-pegal
· Sakit
· Kehilangan
nafsu makan
· Kehilangan
berat badan
· Gangguan
tidur
· Tidak
bisa bersantai
· Berdebar-debar
dan berkeringat
· Agitasi
· Konstipasi
2.6 Faktor Resiko untuk Perkembangan Terjadinya
Depresi pada Lanjut Usia
Hal-hal berikut ini
harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan perkembangan terjadinya suatu
gangguan depresif dan dapat dipakai sebagai satu cara pengenalan dan
mentargetkan kelompok risiko tinggi, yaitu:
a)
Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan
rasa sakit atau ketidaksanggupan, kondisi kesehatan menurun dan tubuh lemah
b)
Merasa kesepian, atau anggota keluarga
terlalu sibuk, perhaulan kurang dan rekreasi terbatas
c)
Ada duka cita saat ini, atau peristiwa
kehidupan buruk yang lain.
d)
Gangguan pendengaran.
e)
Adanya riwayat keluarga dengan gangguan
depresif.
f)
Dementia dini.
g)
Penghasilan menurun
h)
Ada penggunaan obat-obat tertentu seperti:
steroid, mayor transquilizer, dan lain-lain.
Selain itu, dari penelitian yang telah dilakukan didapati
bahwa: penyebab yang paling sering terjadinya kematian pada pasien gangguan
depresif usia lanjut adalah oleh karena kondisi kardiovaskular yang bisa
berupa: stroke, myocard infarct, dan sebagainya. Kemudian kanker
merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab kematian pada
penderita gangguan depresif pada usia lanjut.
Faktor lain yang memberikan kontribusi timbulnya depresi
tersebut berdasarkan hasil angket dan observasi adalah strategi coping
pada lansia itu sendiri yang kurang baik. Strategi coping adalah suatu
bentuk usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan
tekanan-tekanan psikologis atau stres dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah
atau tugas.
2.7 Tingkatan Depresi pada Lansia
Menurut
Depkes RI 2001
1) Depresi
ringan : Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah
lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri
kurang, perasaan salah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram,
gagasan dan perbuatan yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan
kurang
2) Episode
Depresi Sedang : Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga
3) Depresi
berat tanpa gejala manik. Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan
tidak berguna, keinginan bunuh diri
2.8
Dampak Depresi
1) Tekanan
darah tinggi
2) Gastritis
3) Vertigo
4) Migrain
5) Kanker
6) Stroke
7) Penyakit
Jantung
8) Dimensia
9) Reumatik
2.9 Manajemen
Terapi
Tujuan pengobatan adalah
untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif, mencegah ide suicide,
mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejalanya, untuk
memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam
mengembangkan keterampilannya.
Tindakan terapinya dapat
berupa :
a) Pengobatan terhadap
penyakit yang mendasarinya.
b) Pemberian obat anti depressant dan
psikoterapi (cognitive behavior therapy, psychodynamic psychotherapy,
dsb.).
Selain itu Electro Convulsive Therapy (ECT)
harus dipertimbangkan bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap obat antidepressant,
atau memiliki depresi berat, dengan risiko suicide, dan lain-lain.
Obat antidepressant golongan S.S.R.I.
dan S.N.R.I. adalah obat antidepressant pilihan, diikuti dengan
Bupropion dan Mirtazapine. Sedangkan beberapa jenis obat antidepressant seperti:
Amitriptyline, Maprotyline, dan lain-lain harus dihindari.
Selain itu pada fase rehabilitasi, maka
penatalaksanaan rehabilitasi perilaku sebaiknya dikombinasikan dengan
pengobatan antidepressant untuk memperbaiki status fungsionalnya setelah
gejala-gejala depresinya hilang.
Penanganan depresi dapat
dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan masyarakat, yaitu :
1.
Diri Sendiri ( Lansia)
· Berfikir
positif
· Terbuka
bila ada masalah
· Menerima
kondiri apa adanya
· Ikut
Kegiatan pengajian
· Tidur
yang cukup
· Oleh
raga teratur
· Optimis
· Rajin
beribadah
· Latihan
relaksasi
· Ikut
beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
2.
Keluarga
· Dukung
lansia tetap berkomunikasi
· Ajak
lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
· Mendengarkan
keluahan lansia
· Berikan
bantuan ekonomi
· Dukung
kegiatan lansia
· Ikut
serta anak dan cucu merawat lansia
· Memberikan
kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan
3.
Masyarakat
· Sediakan
sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia
· Siapkan
tempat dan waktu latihan aktivitas lansia
· Support
group
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN
DEPRESI
A. Pengkajian
1.
Identitas
diri klien
2.
Struktur
keluarga : Genoogram
3.
Riwayat
Keluarga
4.
Riwayat
Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan
pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang
berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
- Kaji adanya depresi.
- Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining
yang tepat, seperti geriatric depresion scale.
- Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
- Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan
observasi langsung terhadap :
- Perilaku.
· Bagaimana kemampuan klien mengurus
diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari?
· Apakah klien menunjukkan perilaku
yang tidak dapat diterima secara sosial?
· Apakah klien sering mengluyur
danmondar - mandir?
· Apakah ia menunjukkan sundown
sindrom atau perseveration phenomena?
- Afek
· Apakah kilen menunjukkan
ansietas?
· Labilitas emosi?
· Depresi atauapatis?
· lritabilitas?
· Curiga?
· Tidak berdaya?
· Frustasi?
3.
Respon
kognitif
· Bagaimana tingakat orientasi klien?
· Apakah klien mengalamikehilangan
ingatan tentang hal¬hal yang baru saja atau yang sudah lamaterjadi?
· Sulit mengatasi masalah,
mengorganisasikan atau mengabstrakan?
· Kurang mampu membuat penilaian?
· Terbukti mengalami afasia, agnosia,
atau,apraksia?
Luangkan
waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
1.
Identifikasi
pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi
asuhan dikeluarga tersebut.
2.
ldentifikasi
sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain.
3.
Identifikasi
pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas (catat
hal-hal yang perlu diajarkan).
4.
Identifikasi
sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
5.
Identilikasi
kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberiasuhan tentang
dirinya sendiri.
Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi
a) Membina
hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan
depresi, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan
pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
-
selalu mengucapkan salam kepada pasien
seperti: selamat pagi / siang / sore / malam atau sesuai dengan konteks agama
pasien.
-
Perkenalkan nama saudara (nama panggilan)
saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat
pasien.
-
Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan
kesukaannya.
-
Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas
yang akan dilakukan.
-
Jelaskan pula kapan aktivitas akan
dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
-
Bersikap empati dengan cara:
1) Duduk
bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian
2) Bicara
lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
3) Perawat
mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
4) Bersikap
hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
b) Mengkaji
pasien lansia dengan depresi
Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi,
saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara
langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama
untuk mengkaji data objective depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien
untuk tanda-tanda seperti:
-
Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan
tidak rapi, kulit kotor (kebersihan diri kurang)
-
Interaksi selama wawancara: kontak mata
kurang, tampak sedih, murung, lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau
berkomunikasi.
Berikut
ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia
mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak
sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale)
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale)
B.
Klasifikasi Data
·
Data
Subyektif
1)
Lansia
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
2)
Sering
mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit
punggung,pusing.
3)
Merasa
dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa
putus asa dan cenderung bunuh diri.
4)
Pasien
mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
· Data Obyektif
1)
Gerakan
tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang
merosot.
2)
Ekspresi
wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.
3)
Kadang-kadang
dapat terjadi stupor.
4)
Pasien
tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis.
5)
Proses
berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu,
tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal.
Pada pasien psikosa depresif
terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham
dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan
sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka
diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan
keterbelakangan psikomotor.
C. Diagnosa Keperawatan
1.
Mencederai
diri berhubungan dengan depresi.
2.
Gangguan
alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
3.
Ketidak berdayaan
4.
Risiko bunuh diri
5.
Gangguan pola tidur
D. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Dx 1 : Mencederai diri berhubungan
dengan depresi.
§ Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1X24 jam lansia tidak mencederai diri.
§ Kriteria Hasil:
- Lansia dapat mengungkapkan perasaanya.
- Lansia tampak lebih bahagia.
- Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Bina hubungan saling percaya
dengan lansia.
|
hubungan saling percaya dapat
mempermudah dalam mencari data-data tentang lansia.
|
2
|
Lakukan interaksi dengan pasien
sesering mungkin dengan sikap empati dan Dengarkan pemyataan pasien dengan
sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya:
memberikan sentuhan, anggukan.
|
Dengan sikap sabar dan empati
lansia akan merasa lebih diperhatikan dan berguna.
|
3
|
Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri
sendiri. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk
mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci
|
Meminimalkan terjadinya perilaku
mencederai diri
|
2. Dx 2 : Gangguan alam perasaan:
depresi berhubungan dengan koping maladaptif
§ Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1X24 jam lansia merasa tidak stres dan depresi.
§ Kriteria Hasil :
1.
Klien
dapat meningkatkan harga diri
2.
Klien
dapat menggunakan dukungan sosial
3.
Klien
dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Bantu untuk memahami bahwa klien
dapat mengatasi keputusasaannya.
|
Membangun motivasi pada lansia
|
2
|
Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu
|
Individu lebih percaya diri
|
3
|
Bantu mengidentifikasi
sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).
|
Menumbuhkan semangat hidup lansia
Klien dapat menggunakan dukungan social
|
4
|
Kaji dan manfaatkan sumber-sumber
ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok
pendukung, agama yang dianut).
|
Lansia tidak merasa sendiri
|
5
|
Kaji sistem pendukung keyakinan
(nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
|
Meningkatkan nilai spiritual lansia
|
6
|
Lakukan rujukan sesuai indikasi
(misal : konseling pemuka agama).
|
Untuk menangani klien secara cepat
dan tepat
|
7
|
Diskusikan tentang obat (nama,
dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
|
Klien dapat menggunakan obat
dengan benar dan tepat
Untuk memberi pemahaman kepada
lansia tentang obat
|
8
|
Bantu menggunakan obat dengan
prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
|
Prinsip 5 benar dapat
memaksimalkan fungsi obat secara efektif
|
9
|
Anjurkan membicarakan efek dan
efek samping yang dirasakan.
|
Menambah pengetahuan lansia
tentang efek – efek samping obat.
|
10
|
Beri reinforcement positif bila
menggunakan obat dengan benar.
|
Lansia merasa dirinya lebih
berharga
|
3.
Dx 3 :Ketidakberdayaan
§
Tujuan nya gar pasian mampu :
1) Berpartisipasi
dalam memutuskan perawatan dirinya
2) Melakukan
kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya.
Tindakan pada lansia :
1) Beri
kesempatan bagi pasien untuk bertanggungjawab terhadap perawatan dirinya
-
Beri kesempatan memilih tujuan perawatan
dirinya
-
Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas
perawatan diri untuk mencapai
Tujuan :
a) Membantu
pasien untuk melakukan aktivitas yang telah ditetapkan.
b) Berikan
pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya
c) Tanyakan
perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
d) Sepakati
jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
Tindakan untuk keluarga
Tujuan :
-
Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan
yang dimiliki pasien.
-
Keluarga mampu membantu pasien mengoptimalkan
kemampuannya.
Tindakan
Tindakan
a) Diskusikan
dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien
b) Bersama
keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
c) Anjurkan
keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien
d) Anjurkan
keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki
e) Anjurkan
keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal
kegiatan yang sudah dibuat.
4. Dx 4
: Resiko Bunuh Diri
§ Tujuan
a) Klien
tidak membahayakan dirinya sendiri
b) Pasien
mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.
§ Tindakan
pada Lansia
a) Diskusikan
dengan pasien tentang ide-ide bunuh diri
b) Buat
kontrak dengan pasien untuk tidak melakukan bunuh diri
c) Bantu
pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri
d) Ajarkan
beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif
e) Bantu
pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
f) Beri
pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
§ Tindakan
pada Keluarga
Tujuan nya agar keluarga mampu:
a.Mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku bunuh diri pasien
b.Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
c.Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif
b.Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
c.Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif
Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide bunuh diri
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide bunuh diri
b.
Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien
-
Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien,
singkirkan semua benda-benda yang memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda
tajam, tali pengikat, ikat pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari
kaca)
-
Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien
bunuh diri
-
Lakukan pengawasan secara terus menerus
c.Anjurkan
keluarga meluangkan waktu bersama klien
d. Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan masalah
d. Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan masalah
e.
Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif dalam
menyelesaikan masalah
f.
Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping positif
yang telah digunakan oleh klien.
5. Dx 5
: Gangguan Pola Tidur
Tindakan untuk Pasien Lansia
§ Tujuan :
-
Klien mampu mengidentifikasi penyebab
gangguan pola tidur
-
Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan
tidur
§ Tindakan
a.
Bersama klien mengidentifikasi gangguan pola tidur
b. Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur ( Kurangi tidur pada siang hari, Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola, Mandi air hangat sebelum tidur, Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur )
c. Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya
d. Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidurnya.
b. Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur ( Kurangi tidur pada siang hari, Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola, Mandi air hangat sebelum tidur, Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur )
c. Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya
d. Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidurnya.
Tindakan untuk Keluarga
§ Tujuan
a. Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
b. Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
a. Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
b. Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
§ Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada pasien
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada pasien
b.
Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi
agar pasien dapat tidur.
E. Evaluasi
Untuk
mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan
dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
1.
Ketidakberdayaan,
Kemampuan pasien:
a.
Berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri
b.
Melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan masalah
Kemampuan keluarga
a.
mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
b.
Membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
2. Risiko
bunuh diri
Kemampuan pasien:
a.
Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
b.
mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
c.
Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif
Kemampuan keluarga:
a.
Keluarga dapat mengenali tanda dan gejala awal perilaku bunuh diri
b.
Keluarga menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
c.
Keluarga mampu membantu pasien dalam menetapkan cara-cara yang positif untuk
mengatasi masalah
3.
Gangguan pola tidur
Kemampuan klien:
a.
Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur
b.
Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidur
Kemampuan keluarga:
Kemampuan keluarga:
a.
Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab gangguan tidur yang dialami pasien
b.
Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang nyaman untuk memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan tidur pasien
c.
Keluarga mampu membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan depresif merupakan
salah satu gangguan mental-emosional yang cukup sering dijumpai pada orang usia
lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor penyebab dari gangguan
depresif begitu besar kemungkinan akan dialami oleh orang usia lanjut. Di lain
pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif tersebut bisa dilaksanakan namun
hasilnya tidaklah dapat mencapai hasil yang maksimal, mengingat kekurangan
secara fisik dan psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan
seperti semula.
4.2
Saran
Asuhan keperawatan pada lansia
haruslah diakukan secara profesional dan komprehensip, yaitu dengan memandang
pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual pada lansia. Aspek psikologis pada lansia
merupakan aspek yang tak kala penting dari aspek yang lain, olehnya itu
pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan gangguan psikososial harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat jasmani dan
rohani.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://abiums.blogspot.com/2007/05/askep-lansia-depresi.html
·
http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-pasien-depresi
·
http://pinkersaya.wordpress.com/2012/11/24/askep-lansia-dengan-gangguan-psikologis-depresi
·
http://mklh12depresi.blogpot.com
·
http://id.wikipedia.org/wiki.Depresi
·
http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/Depresi-pada-lansia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar